
Aquarini Priyatna, seorang Guru Besar Ilmu Sastra dan Gender di Universitas Padjadjaran dalam buku Becoming White, menyebutkan bahwa refleksi dari standar kecantikan bisa dilihat dari iklan sabun.
Aku sepakat dengan pendapat Aquarini Priyatna, karena terkadang konyol melihat wanita dalam iklan sabun, mayoritas mereka bertubuh langsing, berkulit kencang, putih tanpa noda dan bahkan bisa mengeluarkan cahaya, sampai-sampai kelopak bunga sakura saja terpeleset, saking mulus dan licin.
Aku jadi teringat ketika masih kuliah, aku cemburu dengan iklan sabun cuci muka yang dengan sekali saja cuci muka wajahnya mendadak kinclong putih, bercahaya dan tiba-tiba banyak orang menyapanya, kemudian keajaiban banyak berdatangan secara mendadak seperti bimsalabim, ia menjadi beruntung karena wajah ayu putih dari sabun wajah itu. Menyebalkan, bukan?
Bahkan kalimat di dalam iklan itu juga seperti racun yang menodai pertemanan, jika di iklan mengatakan ‘bye bye kulit kusam, dan semacamnya’ hanya dengan sekali cuci muka, maka dalam dunia persahabatan teman dengan mudah berkata: ‘Ih kulit kamu hitam, kusam, mendingan kamu beli produk itu” dan itu berulangkali diucapkan.
Kejadian tersebut terulang hingga aku menjadi ibu rumah tangga, mereka dengan mudahkan mengatasnamakan ‘teman’ dan masih saja merekomendasikan sejumlah produk dengan kalimat mirip-mirip di iklan sabun, bahkan seringkali memaksa secara tidak langsung ‘ah mendingan kamu pakai produk ini, kamu bakal bla…bla…’ tetapi faktanya sebaliknya kulit ku jadi mudah berjerawat, kusam dan tidak seelok dulu sebelum termakan bujuk rayu bahasa iklan. Bukankah ini miris sekali.
Para perempuan dengan mudah terperdaya, dan gonta ganti produk skincare tanpa tahu apa bagaimana skincare itu bekerja di kulitnya, mereka juga tidak mengerti jenis kulitnya, dan yang lebih parahnya iklan-iklan itu sering memberikan harapan seperti sihir, semua instan, semua cepat dan yang ikut akan mendapat diskon special, apalagi ketika mereka berhasil mengajak orang lain menggunakan produk. Namun ketika hasilnya tidak sesuai mereka akan berkata, ‘Kulitmu sedang beradaptasi, purging dan bal..bla…’ banyak istilah yang kita tak memahaminya.
Padahal sebelum melangkah ke skincare, sangat penting kita paham fitrah kulit kita, kita paham jenis dan fungsi dasar kulit, sehingga memudahkan menentukan kebutuhan kita. Aku sendiri, baru menyadari jika sebenarnya aku juga korban marketing tingkat super setelah bertemu dengan teman-teman seperjuangan yang sama-sama berjuang berupaya merawat anugerah kulit pemberian Tuhan dengan sebaik-baiknya dengan mengikuti berbagai kelas skincare yang diprakarsai oleh mbak Addien di Beautylogic.Academy.
Jadi untuk teman-teman yang juga merasakan hal yang sama, yuk mulai bertanya pada kulit kita sendiri. Karena kulitmu selalu bekerja sesuai fitrahnya. (ysr)
**